Rabu, 09 Desember 2009

Sekelumit Cerita Satelit di Tata Surya

ambilkan bulan, bu
ambilkan bulan, bu
yang slalu bersinar di langit

di langit bulan benderang
cah’yanya sampai ke bintang

ambilkan bulan, bu
untuk menerangi
tidurku yang lelap di malam gelap
(AT Mahmud)

Masih ingat lagu dari Pak At. Mahmud ini? Mungkin di antara maraknya lagu-lagu dewasa yang mendominasi masyarakat Indonesia, lagu-lagu ini mulai terlupakan. Namun lagu inilah yang menemani malam-malam masa kecilku, sambil berkhayal tentang Bulan yang setiap malam berkunjung menggantikan sang surya dan menerangi kehidupan manusia di antara kegelapan.

kiri : Permukaan bulan yang terlihat dari Bumi. Kanan: Permukaan Bulan yang selalu tersembunyi dari Bumi. Kredit: NASA

kiri : Permukaan bulan yang terlihat dari Bumi. Kanan: Permukaan Bulan yang selalu tersembunyi dari Bumi. Kredit: NASA

Dulu… kukira sinar Bulan-lah yang menerangi kegelapan malam, sampai akhirnya aku pun tahu kalau Bulan tidak memancarkan sinar namun memantulkan sinar Matahari. Bulan, pasangan Bumi yang setia mengitari Bumi dan bersama Bumi mengitari Matahari. Bahkan pasangan kekasih senang sekali mengumpamakan kecantikan pasangannya serupawan Bulan. Tapi apakah demikian? Sayangnya tidak.

Bulan yang kita lihat setiap malam, sama seperti objek lainnya di Tata Surya, penuh dengan bopeng yang merupakan kawah akibat tabrakan. Saat kita melihat Bulan, ada dua hal yang terlihat, area yang terang dan disebut terrae (dataran tinggi) yang meliputi 80% area permukaan Bulan dan area gelap yang disebut maria (bahasa latin untuk lautan) yang melingkupi 16% permukaan Bulan. Dari Bumi, kita hanya bisa melihat satu sisi Bulan sementara sisi lainnya justru sangat minim dari area gelap dan didominasi oleh dataran tinggi.

Kadang muncul pertanyaan apakah cuma Bumi yang memiliki Bulan? Bagaimana dengan planet lain? Ternyata di dalam Tata Surya, Bulan bukanlah satu-satunya satelit. Masih ada puluhan satelit lainnya yang juga menemani planet lainnya di Tata Surya. Bisa dikatakan, mereka merupakan satelit alam yang mendampingi sebuah objek langit dalam hal ini planet, atau objek yang lebih kecil seperti planet katai, dan planet minor. Dari keseluruhan planet, hanya Merkurius dan Venus yang tidak memiliki satelit. Tak hanya planet, planet katai juga ada yang memiliki satelit, seperti Charon atau Dysnomia yang merupakan satelit bagi Pluto dan Eris.

Secara keseluruhan, terdapat 167 satelit yang mengelilingi enam dari delapan planet, 58 satelit yang mengelilingi objek trans-neptunus termasuk di dalamnya 6 satelit yang mengelilingi 3 planet katai, yakni Pluto, Haumea dan Eris. Tak hanya itu, 150 objek kecil juga berhasil diamati pada sistem cincin Saturnus, namun pengamatan pada objek-objek tersebut belum lama sehingga belum terlihat pergerakan orbitnya.

Satelit-satelit di Tata Surya. Kredit : NASA

Satelit-satelit di Tata Surya. Kredit : NASA

Untuk planet-planet raksasa, satelit yang mengitarinya tidak hanya satu. Sistem satelit di planet raksasa ini terdiri dari satelit berukuran besar dan menengah, bulan berukuran kecil disertai cincin yang terdiri dari bongkahan batu dan debu berukuran sebesar rumah sampai dengan butiran bedak. Satelit pada planet raksasa memiliki ukuran yang cukup besar dan hampir sebanding bahkan lebih besar dari Bulan. Di antaranya adalah, keempat satelit Galilean, Titan dan Triton. Yang menarik 6 satelit berukuran menengah di Saturnus dan 5 satelit Uranus ternyata cukup masif sehingga bisa mencapai kesetimbangan hidrostatik. Sedangkan satelit yang kecil bergerak mengitari planet pada jarak yang sangat dekat, sementara satelit mayor kecuali Triton bergerak mengelilingi planet dengan gerak prograde (searah dengan arah rotasi Planet) dekat dengan bidang ekuatorial planet. Satelit kecil yang mengorbit planet pada jarak dekat juga memiliki inklinasi rendah dan eksentrisitas orbit yang rendah pula. Berbeda dengan satelit kecil yang mengitari planet di luar sistem satelit utama. Satelit-satelit tersebut umumnya memiliki sudut inklinasi dan eksentrisitas orbit yang besar.

Rhea, salah satu satelit Saturnus. Kredit : New Scientist

Rhea, salah satu satelit Saturnus. Kredit : New Scientist

Namun, darimanakah satelit-satelit ini berasal? Satelit alam yang mengorbit dekat dengan planet dalam gerak prograde diyakini terbentuk dari materi runtuhan piringan protoplanet yang membentuk menjadi sebuah objek yang kemudian mengorbit objek induknya. Di pihak lain, satelit yang bergerak tidak teratur atau yang biasanya mengorbit pada jarak yang jauh dengan orbit retrograde diperkirakan merupakan asteroid yang terperangkap dalam orbit planet yang kemudian terpecah akibat tabrakan. Di Neptunus, Triton meskipun memiliki ukuran yang cukup besar dan berada pada jarak yang dekat dengan planet, ia justru diperkirakan merupakan planet katai yang tertangkap oleh orbit Neptunus.

Di antara satelit-satelit tersebut, Bumi dan Pluto masing-masing memiliki satelit yang cukup besar, yakni Bulan yang massanya sekitar 1% massa Bumi dan Charon yang memiliki massa 10% massa Pluto. Kedua satelit ini bisa dikatakan cukup berbeda, karena diyakini keduanya berasal dari tabrakan besar yang terjadi di Bumi dan Pluto di masa awal pembentukan Tata Surya.

Jika di Tata Surya saja terdapat begitu banyak satelit alam, bagaimana dengan planet lain di luar Tata Surya? Kemungkinan yang sama tentu saja bisa terjadi. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada satelit yang terdeteksi di sistem ekstrasolar planet. Di masa depan, dengan perkembangan teknologi pencari exoplanet, tak pelak kita bisa saja menemukan satelit alam disana dengan keunikan karakteristiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar